PPH PASAL 23 (Perhitungan, Pemotongan,
Pencatatan, Pelaporan)
A.
Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23
Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak
yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau
hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
B.
Pemotong dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh
Pasal 23
1. Pemotong PPh Pasal 23:
a. badan pemerintah;
b. Subjek Pajak badan dalam negeri;
c. penyelenggaraan kegiatan;
d. bentuk usaha tetap (BUT);
e. perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya;
f. Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
2. Penerima penghasilan yang dipotong
PPh Pasal 23:
a. WP dalam negeri;
b. BUT
C. Tarif dan Objek PPh Pasal 23
1. 15% dari jumlah bruto atas:
a. dividen kecuali pembagian dividen
kepada orang pribadi dikenakan final, bunga, dan royalti;
b. hadiah dan penghargaan selain yang
telah dipotong PPh pasal 21.
2. 2% dari jumlah bruto atas sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau
bangunan.
3. 2% dari jumlah bruto atas imbalan
jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.
4. 2% dari jumlah bruto atas imbalan
jasa lainnya, yaitu:
a. Jasa penilai;
b. Jasa Aktuaris;
c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan
atestasi laporan keuangan;
d. Jasa perancang;
e. Jasa pengeboran di bidang migas
kecuali yang dilakukan oleh BUT;
f. Jasa penunjang di bidang penambangan
migas;
g. Jasa penambangan dan jasa penunjang
di bidang penambangan selain migas;
h. Jasa penunjang di bidang penerbangan
dan bandar udara;
i.
Jasa
penebangan hutan
j.
Jasa
pengolahan limbah
k. Jasa penyedia tenaga kerja
l.
Jasa
perantara dan/atau keagenan;
m. Jasa di bidang perdagangan
surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan KSEI dan KPEI;
n. Jasa
kustodian/penyimpanan-/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
o. Jasa pengisian suara (dubbing)
dan/atau sulih suara;
p. Jasa mixing film;
q. Jasa sehubungan dengan software
komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
r.
Jasa
instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau
TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di
bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi
s. Jasa perawatan / pemeliharaan /
pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV
kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
t.
Jasa
maklon
u. Jasa penyelidikan dan keamanan;
v. Jasa penyelenggara kegiatan atau
event organizer;
w. Jasa pengepakan;
x. Jasa penyediaan tempat dan/atau
waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian
informasi;
y. Jasa pembasmian hama;
z. Jasa kebersihan atau cleaning
service;
aa. Jasa katering atau tata boga.
5. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong
100% ebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23
6. Yang dimaksud dengan jumlah bruto
adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan,
atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap,
tidak termasuk:
a. Pembayaran gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
diabayarkan oleh WP penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan
pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
b. Pembayaran atas pengadaan/pembelian
barang atau material (dibuktikan dengan faktur pembelian);
c. Pembayaran kepada pihak kedua
(sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga(dibuktikan
dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis);
d. Pembayaran penggantian biaya
(reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata
telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur
tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga).
7. DPP-nya
13.33% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):
Jasa pelaksanaan konstruksi, termasuk jasa perawatan /pemeliharaan/perbaikan bangunan, jasa instalasi/pemasangan mesin, listrik/telepon/air/gas/AC/TV Kabel, sepanjang jasa tersebut dilakukan Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya dibidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi,
Jasa pelaksanaan konstruksi, termasuk jasa perawatan /pemeliharaan/perbaikan bangunan, jasa instalasi/pemasangan mesin, listrik/telepon/air/gas/AC/TV Kabel, sepanjang jasa tersebut dilakukan Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya dibidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi,
8. DPP-nya
26.67% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):
a. Jasa perencanaan konstruksi.
b. Jasa pengawasan konstruksi.
9. DPP-nya
10% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):
Jasa pembasmian hama dan Jasa pembersihan, Jasa Catering, Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Jasa pembasmian hama dan Jasa pembersihan, Jasa Catering, Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
D. Penghitungan
PPh Pasal 23 terutang menggunakan jumlah bruto tidak termasuk PPN
Dikecualikan dari Pemotongan PPh
Pasal 23:
1. Penghasilan yang dibayar atau
terutang kepada bank;
- Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
- Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
- dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
- bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% ( dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
- Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
- SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
- Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.
E. Saat
Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23
- PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan untuk dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
- PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.
- SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran
atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23 bertepatan dengan hari libur termasuk
hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan
pada hari kerja berikutnya.
Bukti Pemotong PPh Pasal 23
Pemotong Pajak harus memberikan
Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang Pribadi atau badan yang
telah dipotong PPh Pasal 23.
Prosedur, Perhitungan & Perlakuan PPh Pasal 23
Cara perhitungannya sebenarnya sederhana
saja, jauh lebih mudah dibandingkan perhitungan PPh Pasal 21. Sebelum ke cara dan contoh
perhitungannya, serta prosedur pencatatan dan pelaporannya, ada beberapa jargon
(istilah) yang perlu dipahami pengertiannya (yang saya sebutkan disini adalah
yang penting-penting saja), yaitu:
BUT = Acronym dari Badan Usaha Tetap = Representative Office = Perwakilan perusahaan asing yang berkedudukan di Indonesia.
BUT = Acronym dari Badan Usaha Tetap = Representative Office = Perwakilan perusahaan asing yang berkedudukan di Indonesia.
Jumlah
Bruto/Penghasilan Bruto/Nilai Bruto = Total nilai transaksi
persewaan = Penghasilan yang diterima atas persewaan sebelum memperhitungkan
adanya perkiraan cost/expense yang timbul guna memperoleh penghasilan tersebut.
Jumlah
Neto/Penghasilan Neto/Nilai Neto = Total Nilai transaksi
persewaan [dikurangi] perkiraan cost/expense yang timbul guna memperoleh
penghasilan persewaan tersebut.
DPP =
Dasar Pengenaan Pajak = Nilai Neto/Penghasilan Neto = Penghasilan setelah
dikurangi perkiraan expense/cost.
Pemotong =
Pihak yang melakukan pemotongan atas obyek PPh Pasal 23 (silahkan baca kembali
FAQ).
Terpotong =
Pihak penerima penghasilan atas obyek PPh Pasal 23 (silahkan baca kembali
FAQ)..
Kalau kita summarized dari FAQ tadi, maka obyek pajak dan tarifnya dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu:
Kalau kita summarized dari FAQ tadi, maka obyek pajak dan tarifnya dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu:
Obyek
pajak yang PPH Pasal 23 menggunakan “Jumlah Bruto” sebagai DPP (Dasar Pengenaan
Pajak).
Contoh Kasus-1:
Contoh Kasus-1:
Pada tanggal 10 May 2008, PT. Sukses
Gemilang, membagikan dividen masing-masing Rp 10,000,000 kepada 20 pemegang
sahamnya. Atas dividen yang dibagikan, PT. Sukses Gemilang wajib memungut PPh
Pasal 23.
a.
Dari sisi pemotong:
Berapa besarnya PPh Pasal 23 yang harus di potong? Bagaimana cara mencatat pembagian dividen tersebut? Bagaimana prosedur pemotongan, pencatatan dan pelaporan PPh Pasal 23-nya? Bagaimana pengaruhnya terhadap PPh Pasal 25 dan 29 PT. Sukses Gemilang?
Berapa besarnya PPh Pasal 23 yang harus di potong? Bagaimana cara mencatat pembagian dividen tersebut? Bagaimana prosedur pemotongan, pencatatan dan pelaporan PPh Pasal 23-nya? Bagaimana pengaruhnya terhadap PPh Pasal 25 dan 29 PT. Sukses Gemilang?
b.
Dari
sisi yang terpotong:
Apa yang harus dilakukan?, apa pengaruh PPh Pasal 23 terhadap PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29 pihak yang terpotong?
Apa yang harus dilakukan?, apa pengaruh PPh Pasal 23 terhadap PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29 pihak yang terpotong?
Read on….
Tarif PPh Pasal 23 atas dividen adalah 15%
(baca kembali FAQ), sehingga besarnya PPh Pasal 23 yang dipotong kepada
masing-masing pemegang saham dihitung dengan formula:
PPh Pasal 23 = Tarif x Jumlah Bruto = 15% x
10,000,000
PPh Pasal 23 = Rp 1,500,000
Total PPh Pasal 23 yang dipotong (untuk 20 orang) = 20 x Rp 1,500,000
Total PPh Pasal 23 yang dipotong (untuk 20 orang) = Rp 30,000,000
PPh Pasal 23 = Rp 1,500,000
Total PPh Pasal 23 yang dipotong (untuk 20 orang) = 20 x Rp 1,500,000
Total PPh Pasal 23 yang dipotong (untuk 20 orang) = Rp 30,000,000
Atas pembagian dividen tersebut, PT. Sukses
Gemilang:
1. Pada
tanggal 10 May 2008, melakukan pencatatan atas pembagian dividen dan
pemotongan PPh Pasal 23, dengan jurnal:
[Debit]. Dividen = Rp 200,000,000 (Jumlah bruto x 20)
[Credit]. Cash = Rp 170,000,000 (Total Bruto – PPh Pasal 23)
[Credit]. Utang PPh Pasal 23 = Rp 30,000,000
[Debit]. Dividen = Rp 200,000,000 (Jumlah bruto x 20)
[Credit]. Cash = Rp 170,000,000 (Total Bruto – PPh Pasal 23)
[Credit]. Utang PPh Pasal 23 = Rp 30,000,000
2. Pada
tanggal 10 May 2008, melakukan pemotongan dan menerbitkan bukti pemotongan
PPh Pasal 23 atas dividen yang diterima oleh pemegang saham masing-masing
sebesar Rp 1,500,000 kepada keduapuluh penerima dividen.
3. Pada
penutupan buku Tanggal 30 May nanti, di neraca PT. Sukses Gemilang
akan muncul: Dividen (pengurang retained earning) sebesar Rp 200,000,000 di sisi
Pasiva, pada kelompok equity, dan Utang PPh Pasal 23 sebesar Rp 30,000,000 di
sisi aktiva lancar (current asset). Itulah disebut “saat pengakuan PPh Pasal 23
terhutang” (baca kembali FAQ).
4. Pada
tanggal 10 June 2008 (latest) menyetorkan PPh Pasal 23
(yang telah dipungut olehnya) ke kas negara melalui bank persepsi (disebut
“Saat penyetoran”), dan atas penyetoran tersebut dicatat dengan jurnal:
[Debit].
Utang PPh Pasal 23 = Rp 30,000,000
[Credit].
Cash = Rp 30,000,000
Dengan
jurnal di atas, maka Utang PPh pasal 23 menjadi nol, dan akumulasi cash-out
adalah Rp 200,000,000 (sama dengan pengakuan dividen-nya: Rp 170,000,000 telah
dicatat tanggal 10 May dan Rp 30,000,000 telah dicatat tanggal 10 June 2008).
5. Tanggal
10 June 2008 (latest), melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23
disertai:
a. Daftar pemotongan
b. Bukti
Pemotong masing-masing 1 copy
c. SSP
atas setoran yang telah dilakukan melalui bank persepsi.
Apa pengaruhnya terhadap
besarnya PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29 PT. Sukses Gemilang (selaku pemotong)?, Jawabannya:
Tidak ada pengaruhnya. PT. Sukses Gemilang telah mengakui pembagian dividen
sepenuhnya (Rp 200,000,000) dan pengakuan cash-out sejumlah yang sama. Dividen
bukanlah cost/expense. Hanya saja, atas pembagian dividen tersebut PT. Sukses Gemilang
akan memasukkan pembagian dividen tersebut pada SPT PPh Badan Tahunan-nya pada
blanko 1771-V
(Bagian:B).
b.Di pihak terpotong (penerima dividen).
Pada tanggal 10 May 2008, melakukan pencatatan atas penerimaan dividen dan potongan PPh Pasal 23 dengan jurnal:
[Debit]. Cash = Rp 8,500,000 (Nilai neto setelah dipotong PPh Pasal 23)
[Debit]. PPh Pasal 23 = Rp 1,500,000
[Credit]. Pendapatan dividen = Rp 10,000,000
Pada tanggal 10 May 2008, menerima bukti pemotongan PPh Pasal 23 dari PT. Sukses Gemilang dan mengarsipkannya.
Pada saat pembuatan SPT PPh Pasal 29 nantinya, PPh Pasal 23 tersebut dimasukkan ke dalam blanko 1770 S-1 (Bagian:B) dan akan menjadi kredit pajak (Blanko 1770-S Bagian:D), dengan melampirkan bukti potong yang telah diterima dari PT. Sukses Gemilang.
Itulah prosedur dan perlakuan akuntansi atas PPh Pasal 23 pembagian dividen. Untuk obyek pajak yang dihitung berdasarkan jumlah bruto lainnya, silahkan lihat kembali FAQ).
[-]. Obyek pajak yang PPH Pasal 23 yang menggunakan “Jumlah Neto” sebagai DPP.
Besarnya jumlah neto telah ditentukan oleh undang-undang dengan persentase tertentu dari jumlah bruto-nya berdasarkan jenis jasa yang diserahkan (silahkan baca kembali FAQ).
(1). DPP-nya 30% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN): Jasa Konsultan Akuntansi
Contoh:
Pada
tanggal yang sama (10 May 2008), PT. Sukses Gemilang menerima Debit Note dari
“Asal-asalan Solusindo Consultant” yang menangani pembukuannya sebesar Rp
5,500,000 (termasuk PPn). Untuk itu PT. Sukses Gemilang wajib melakukan
pemotongan PPh Pasal 23 sebelum dilakukan pembayaran, dengan perhitungan
sebagai berikut:
PPh Pasal 23 = Tarif x DPP
PPh Pasal 23 = Tarif x [30% x (Jumlah Bruto - PPn)]
PPh Pasal 23 = 4.5% x [30% x (5,500,000 – 500,000)]
PPh Pasal 23 = 4.5% x [30% x 1,500,000]
PPh Pasal 23 = 4.5% x Rp 2,500,000
PPh Pasal 23 = Rp 67,500
PPh Pasal 23 = Tarif x DPP
PPh Pasal 23 = Tarif x [30% x (Jumlah Bruto - PPn)]
PPh Pasal 23 = 4.5% x [30% x (5,500,000 – 500,000)]
PPh Pasal 23 = 4.5% x [30% x 1,500,000]
PPh Pasal 23 = 4.5% x Rp 2,500,000
PPh Pasal 23 = Rp 67,500
Referensi:
Mardiasmo.
2011. Perpajakan Edisi Revisi 2011.
Yogyakarta: CV ANDI OFFSET.
Republik
Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
Widyaningsing,
Aristanti. 2011. Hukum Pajak dan
Perpajakan dengan Pendekatan Mind Map. Bandung: ALFABETA CV.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar